Mimpi, Harap dan seutas rindu...




“Lihat, disana...” Miss Ida menunjuk pelataran langit yang diselubungi dedaunan pohon lebat yang rimbun. Suasana asri desa Kananga yang teduh meremajakan siang yang mulai panas menguntai.
“Apa itu Miss? Saya tak melihat apapun selain hamparan awan dilangit yang terlihat tak sempurna karena rimbunnya pohon.” Aku menjawab sambil menatap Miss Ida keheranan.
Asrama yang sudah sangat tua dan teduh itu mendadak terasa sangat nyaman. Tak semua orang dapat menikmati indahnya duduk dipinggiran lantai dua yang mengarah pada hamparan pepohonan rindang. Karena terletak tepat di depan kamar mis ida dan mis rani. Guruku yang tengah mengabdi. Mengajari kami.
Miss Ida tersenyum, kemudian ia memegang pundakku dengan tangan kanannya. Pandangannya masih tak lepas dari apa yang tengah dilihatnya sedari tadi.
Yah, hamparan langit biru yang dilumuri awan serta daun yang menyelubunginya. Berserakan.
“Suatu saat nanti, kamu akan berada disana, Ki.” Suaranya tertahan. Aku terdiam, menelisik pada pandangannya yang masih saja bungkam.
“Ada banyak hal yang tidak kita ketahui, banyak sekali. Dan semua itu tak bisa kita dapatkan hanya duduk mematung. Menerima, mencerna dan mengamalkan. Tanpa rasa. Hanya itu. Terlau mudah dan hanya sekedar rutinitas yang tak dilandasi cinta.” Aku masih saja terdiam, mendengarkan dengan khidmat. Setiap bait kata yang diucapkan Miss Ida dengan kesungguhan.
“Salah satu cita-cita Miss adalah ingin mengelilingi eropa.” Tersenyum mengangguk. mata hitam wanita cantik dihadapanku itu membulat. Berhenti sejenak. Mendesah. Semoga belum terlambat.
“Eropa?” mataku terbeliak.
“Yah...eropa.” Kelak disana Mis akan mencari apa yang dinamakan rasa syukur.
 Usiaku yang hanya seorang gadis lugu kelas dua SMP kala itu belum sepenuhnya mencerna apa yang dikatakan Mis ida. Aku yang selama ini selalu berkutat dengan sawah, pasar dan lingkungan yang sangat kental akan suasana Desa. Mana mungkin mengenal eropa? hanya buku sejarah dan ensiklopedia yang kubaca disekolah yang memang selama ini membuatku ingin segera menjamahnya. seringkali menyewa buku bacaan dari salah seorang guru.  Selain itu Ayah yang selalu menggeletakkan buku sekenanya dan sering berlangganan majalah membuatku semakin tamak membaca. Selan itu? tak ada. Internet belum ku kenal. Belum sampai pada Desaku. Aku hanya mengandalkan hobi membacaku sebagai bahan jitu untuk memotivasiku bahwa aku anak desa yang tak tahu apa-apa suatu saat nanti akan membuktikan bahwa aku bisa merubah negeri ini dengan tanganku. Membawa harum nama indonesia dengan prestasiku sebagai bukti cintaku pada negeriku. Desaku memang terlihat biasa.  Namun banyak yang mendapatkan beasiswa ke luar negeri seperti madinah dan jepang. termasuk salah satunya adalah. kakak sepupuku..
senyap beberapa lama.
“Coba pejamkan matanya...” Aku tergagap. aku hanya menurut. kupejamkan mataku dengan khidmat. bayangkan Eropa, dan segala kemegahannya ada dihadapanmu. Memanggilmu agar kau segera menemuinya. Berharap agar kau dapat mengharumkan nama Indonesia disana. dan yang terpenting adalah, dihatimu. Hening. hanya suara anak-anak dari dalam yuang tengah mengantri mandi.
Aku mengangguk perlahan. Semakin dalam kupejamkan mata semakin aku yakin aku dapat mencapai Eropa. Menggenggam erat nama Indonesia. dalam hatiku.
“Kelak, ada ada Doktor dari Indonesia yang lahir untuk memperbaiki negara ini.. Mis Ida berbisik lemah.
“siapa?Aku?” Aku berseru antusias. Mataku berbinar-binar. Selang beberapa detik. Diam seribu bahasa Suara Mis Ida yang melengking itu memberi getaran aneh pada  hatiku.
Miss ida mengangguk mantap. senyumnya mengembang dengan wawah yang menentramkan.
“ahh, Miss. Mana mungkin.  senyumku raib sambil menunduk dalam. Kedua jemariku bertaut. Memainkan ujung kerudungku dengan pelan.
“Kenapa? tak ada yang tak mungkin ki..” sekali lagi. mis ida menggenggam kedua jemari tanganku. Menyatukannya dalam kedua tangannya.
“Jangan sampai mimpimu pergi cantik, Miss tau salah satu mimpi terbesarmu adalah menjadi yang terbaik untuk menjadi kebanggan daerah ini. terutama Indonesia. kenapa tidak?” angin siang itu begitu menusuk hatiku yang kisruh tak karuan. Seperti tengah diaduk aduk oleh ucapan Miss Ida telah menyulut semangatku untuk bisa membuktikan mimpiku.
“Kamu senang bahasa inggris?” Mis ida menatapku dengan senyum.
“Tentu Mis, aku saaangat menyukai bahasa inggris. Meskipun ketika lomba kemarin Mr Aziz lupa memberi hadiah. Padahal beliau berjanji memberikan hadiah pada siapa diantara kami yang bisa menterjemahkan vocab paling banyak dan cepat.” Aku tertunduk lesu.
“ Kamu bisa kesana ki, kamu bisa mnejelajahi dunia ini., tentunya untuk bersyukur..”
Aku mengangguk mengiyakan. Mataku mengalirkan butiran kristal tak terasa. Angin berdesir ikut mengamini doaku. Doa dari guru terbaikku. Juga keyakinanku. Meski tak sepenuhnya kufahami apa yang Miss Ida maksud bersyukur dengan mengelilingi eropa?
aku takkan dapat memahaminya kecuali aku harus berada di sana.Eropa...
***

“Maa haaa zaaa...??” Ustad Hari bertanya dengan bahasa arabnya yang fasih. Namun hal yang paling membuat kami terheran-heran adalah bagaiamana dengan cepat ia melafalkan  hurup alfabet dalam bahasa inggris hanya dalam beberapa detik. Dengan pronounciation yang jelas dan baik.
“Waaaah...!!” Kamu tercengang. Hampir saja bertepuk tangan.
“Ups...!” Aku segera mengurungkan kedua tangannku yang telah siuap bertepuk. Setelah menyadari keberadaan kami yang tengah belajar di pelataran luar masjid.  Kami menyebutnya Madinah. karena Mesjid adalah tempat favorit kami menimba ilmu untuk belajar berbagai hal. Meskipun pondok telah menjadwalkannya.
“This is Amewika..amewika...” Jelasnya. Bangunan tua yang hanya dilapisi triplek sebagai pemisah dengan asrama. yang berbentuk ruangan cukup besar. Beralaskan papan. Tapi Miss Hadi selalu mengajak kami bermimpi. Bahwa kami tengah belajar english lesson di Amerika.
Semakin menyulut semangat belajar. Betapa mereka mengajarkan kami untuk bernyukur. bagaimana suasana yang “seadanya” ini tak pernah kami risaukan kala itu. Yang ada dalam benakku adalah belajar, belajar dan belajar. Tak sabar rasanya menunggu sore, subuh, dan malam hari.  Tempat kami menimba ilmu. Di depan mesjid yang kami sebut Makkah, di ruangan serba guna atau Amewika, dan di sawah, kami sebut indonesia.
Hamparan sawah yang diapit dua gunung. gunung Pulosari dan gunung Haseupan menjadi warna tersendiri saat belajar ditengah hamparan padi menghijau serta desahan angin yang memeluk damai setiap gerak yang kami lakukan. Sangat senang dengan metode pengajaran yang sangat luar biasa. membuat nyaman dan cepat mengerti. meski mereka baru saja lulus dari SMA dan pondok tempat mereka belajar mewajibkan untuk mengamalkan ilmuu diseluruh pelosok negeri. sungguh pengabdian yang sangat luar biasa. tanpa pamrih dengan tulus dan cinta. Ruangan yang tak seberapa, dan suasana desa yang masih sangat kental dengan menuntut ilmu tak menyurutkanmu untuk belajar kala itu. Hobiku yang lekat dengan buku membuatku melahap buku apa saja yang kumiliki. Aku tak mau berkecil hati. Meskipun lingkunganku memang seadanya. Tapi aku tak boleh seadanya. aku harus menjadi lebih baik. benakku selalu meneriakkan hal itu.
“Harus...!!”
***
Bandung senyap siang itu. tumpukkan buku berserakan. Terlihat seseorang tengah didepan laptop dengan khusu’.
drrttrrrrttttt......
Tanganku menggapai sumber suara. tanpa mengalihkan pandanganku pada tugas yang tengah kuselesaikan.

“Assalamualaikum, kiki?
“waalaikumsalam, iya punten ini siapa? Send
“Ini Mis Ida, masih ingatkah? Kiki kuliah di bandung?
“Ya Allah mis, iya Miss, Miss dimana?”
“Kita ketemu selasa depan di depan sport hall yaaa..salam kangen.”

Sms itu masih membekas diingatanku. Bertemu saat semester dua setelah 4 tahun lebih tak bertemu. tak bertegur sapa. dan lost contact.
“Tak ada yang berubah ki.” Miss Ida  mengomentari penampilanku. Rok lebar, kemeja panjang dan kerudung segi empat yang seadanya dan tentunya, kaca mata.. Sama sekali Tak ada yang berubah. Miss Ida melihatku dengan senyum. Aku balas menatapnya dengan mata tak percaya sembari tertawa tertahan-tahan. Ah senyum itu yang selalu memacu adrenalin semangatku untuk tetap bermimpi bersar. Binar ,matanya yang seolah mengajakku untuk terjun bebas menggapai mimpiku. Aku menghujani pipi-pinya yang ranum itu dengan ciuman. Aku hanya tertawa. Sekilas aku melihat penampilan mis ida.
“Iya, sudah berapa tahun ya kita gak ketemu?” ujarnya.dengan mata menyipit karena hari beranjang siang.
“emm, aku menggerakkan jari sambil berfikir. Empat tahun. Yah sekitar empat tahunMiss. Ujarku.
“Wah, sudah lama sekali ya.” Pandangannya melangkah jauh menatap kolam renang yang mulai ramai. Ia Mengangkat wajahnya, lebih tegas menatap. Kutangkap ketulusan. Juga semangat yang menyala-nyala pada dirinya
“Gimana kuliahnya?” wajahnya tetap menatap kedepan. aku menatapnya dengan senyum tergugu.
“Kenapa?” Miss Ida menatapku dengan wajah terkejut.
“Gak Miss. kiki senang bisa bertemu lagi dengan Miss. hanya...”
“Miss menatapku dengan wajah seolah menunggu jawabanku.
“Ki belum bisa membuktikan mimpi ki us. aku menunduk dalam.
Miss ida  menatapku sambil tersenyum. digenggamnya kedua jemari tanganku. Persis ketika ia melakukannya saat aku kecil dulu. Kulihat kesungguhan diwajah bengingnya. Aku duduk disampingnya, ia tersenyum, namun serius.
Never too late honey, just do your best to create your great future. No body knows your self than you’re self. justru kiki sudah melangkah jauh. jurusan Bimbingan dan konseling adalah salah satu jalan terbaik untuk bisa menjelajahi Eropa.
“Benarkah?” Rona kebahagiaan melingkupi wajahku.
 Miss ida mengangguk. Bibirnya seperti sedang mengeja senyum. Membinarkan pengharapan
Aku masih sangat ingat. kami bertemu bulan februari 2010 dan April 2010 Miss ida wisuda menjadi  Wisudawati pendidikan bahasa Arab dan september ditahun yang sama beliau sudah berangkat menuju Jerman. Belum sempat aku bertanya mengapa jurusan bahasa arab bisa ke jerman? atau mengapa sampai bisa lulus 3,5 tahun dengan nilai baik?
Tak ada. Dengan segala perasaan-perasaan  itu Aku termangu. Kerinduan pada Miss Ida menjadi tak tertanggungkan. Tanpa kusadari, air mataku mengalir, mengalir sendiri, tak mampu kutahan. Menggerus keingintahuanku.  Angin  takkan mampu menjawab. hanya asaku mulai terjaga. Aku memang bukan siapa-siapa. Namun akan aku buktikan. cintaku pada anak-anak,  dan cintaku pada negeriku ini akan mengantarkanku pada apa yan disebut dengan harapan. Karena mimpi adalah untaian dari harapan yang dirajut oleh kerja keras dan kesabaran. Bentang waktu memang takkan pernah terulang. namun aku yakin. Aku akan berada di Eropa. Maple dan kekuatan untuk menggali ilmu psikologi anak begitu menggebu-gebu dalam hati dan benakku. Dan suatu hari nanti, aku akan melihat itu. Indonesia yang ramah penuh cinta kasih pada anak-anak dan perempuan yang mulia. sebagai wujud dari rasa syukurku terlahir sebagai anak Indonesia.








  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Mimpi, Harap dan seutas rindu..."

Post a Comment

Copyright 2009 Pelangi Rizqi
Free WordPress Themes designed by EZwpthemes
Converted by Theme Craft
Powered by Blogger Templates