Perjalanan Pulang...




Waktu terus berjalan. Entah sampai kapan akan terhenti oleh laju yang bernama kematian. Aku hanya ingin meninggalkan dunia ini dengan kebahagiaan. Bahagia karena melihat orang tua, adik-adik, dan orang yang aku sayangi bahagia dengan ikhlas merelakan kepergianku dengan tak pernah terhenti mengirimkan doa. Menyelipkan namaku pada tiap sujudnya. Menyampirkan ampunan pada Rabbku yang karena kelalaian waktu aku telah menyiakannya...
Ya Rahman...aku ingin meninggalkan dunia dengan senyum. Senyum  yang karenanya aku dapat memperlihatkannya ketika menyambut orang-orang yang kusayangi di jannahMu kelak...
Ya Rahiiim...ampunilah hamba..
Sujud yang penuh syukur dan kerendahan diri ini semoga menjadi penggur dosa...penghantar kerinduanku kepadaMu dan RosulMu..
Ya Mujibassalimiiin...
Semoga aku kelak tak mencela diriku karena perbuatanku yang merugikan diriku dan orang lain.
Aku ingin pulang bersama iman dan juga Cinta...
HambaMu yang tak berarti
17:12 seusai gerimis sore
31/10/13
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Letters to Karel #3

29 Oktober 2013 pukul 19:51
Dear Karel,   

Jika kamu membaca surat-surat ini kelak, entah di bilangan berapa usiamu menginjak, surat ini hanyalah salah satu cara abi untuk mengenalkan umi-mu, Sayang. Bukan karena umi-mu perempuan terbaik, masih banyak jutaan perempuan di luar sana yang jauh lebih baik daripada umi-mu. Tapi agar kamu bisa selalu berbakti padanya Karel, walaupun tidak bisa secara langsung, setidaknya dengan meneladani kebaikan-kebaikannya, dengan berusaha sebisa mungkin untuk menjadi anak yang baik lagi sholeh, Sayang. Karena tak ada cara terbaik untuk mengajari seseorang, kecuali dengan keteladanan. Umi-mu tahu persis itu.

Kamu harus tahu, kalau umi-mu itu sayang sekali kepadamu, Karel. Kurang lebih tiga bulan umi-mu sangat harap-harap cemas menanti kehadiranmu, Sayang. Betapa dia sangat bahagia ketika mengetahui kalau dirinya hamil, mengandung kamu dalam perutnya. Sungguh, abi belum pernah melihat umi-mu sebahagia itu sebelumnya. Dan sejak kamu ada dalam perutnya, kamu selalu menjadi prioritas pertama baginya. Semuanya demi kamu. Makanan yang dimakan, buku yang dibaca, olahraga yang dilakukan, obrolan-obrolan yang dibiciarakan, kegiatan yang dijalani; semuanya menyesuaikan dengan kamu, Sayang. Bahkan setelah melahirkan kamu, umi-mu berencana untuk resign dari pekerjaannya, fokus untuk mengasuh dan membersamai kamu, tak terlalu peduli dengan karier yang sudah dijalaninya. Kamu selalu lebih berharga dari apapun bagi umi-mu, Sholeh.


Sewaktu kecil, umi-mu merasa kurang kasih sayang orang tua, Karel. Dan dia tidak ingin kamu mengalaminya, Sayang. Kedua orangtuanya bekerja, umi-mu dibesarkan oleh pengasuh. Karena kurang perhatian, umi-mu nakal sekali sewaktu kecil, Karena nakalnya itulah mungkin kakekmu memasukkannya ke pesantren. Tempat yang pada akhirnya banyak mengubah hidupnya. Dan kamu tahu, apa yang dilakukan umi-mu karena kurang kasih sayang tersebut, Nak? Dia membalasnya dengan memberikan kasih sayang yang luar biasanya besarnya kepada orangtua dan keluarganya. Sehingga menjadi orang yang paling disayangi siapapun dalam keluarganya.

Nah, Karel, dengarkan baik-baik, abi akan bercerita tentang salah satu bagian paling menyesakkan dalam surat-surat ini. Bagian ketika kamu ada dan umi-mu tiada. Skenario indah yang Allah berikan kepada keluarga kecil kita, umi-mu pada khususnya.

***

Setelah panjang lebar berdiskusi, akhirnya kami memutuskan untuk melahirkanmu di Cilegon, Sayang. Tempat orangtua abi. Itu yang paling memungkinkan. Di Bogor tidak ada saudara yang membantu. Di Sukabumi, hanya ada kakak umi-mu beserta keluarganya. Umi-mu tidak ingin merepotkan mereka. Selain itu juga umi-mi ingin lebih dekat dengan keluarga abi, ingin berbakti pada orangtua kami yang masih ada. Dan dia berhasil. Hanya sebulan umi-mu berada di rumah keluarga abi di Cilegon, tapi sudah menjadi kesayangan orang serumah, termasuk tetangga-tetangga sekitar.

Sebulan sebelum kelahiranmu, umimu ‘mengungsi’ ke Cilegon untuk mempersiapkan proses kelahiran kamu dengan membawa sebagian perlengkapan bayi yang sudah dibeli sebelumnya di Bogor. Bahkan umi-mu sudah belanja keperluanmu sampai usia-mu enam bulan, Karel. Waktu itu, entah kenapa, tumben-tumben umi-mu semangat sekali untuk belanja, sekalian katanya, biar enggak bolak-balik. Sebelumnya, di Cilegon kami sudah survey ke rumah sakit, bidan, dokter yang sekiranya umimu bisa melahirkan dengan baik dan nyaman.

Umimu orang yang berpendidikan tinggi, Karel. Tentu dia tidak sembarangan memilih tempat untuk melahirkan kamu. Apalagi, kamu adalah orang paling berharga dalam hidupnya. Biaya pun harusnya tidak masalah. Umi-mu sudah menganggarkan biaya operasi caesar sampai aqiqah kamu. Bahkan sudah mulai menabung untuk biaya pendidikanmu kelak, Sayang. Waktu itu, atas rekomendasi salah seorang teman yang domisili di Cilegon, kami memilih bidan ternama di Cilegon, yang kebetulan bersebelahan juga dengan rumah sakit bersalin. Khawatir ada kemungkinan melahirkan caesar. Suatu hari, ibunya abi (nenekmu) bercerita tentang bidan dekat rumah yang biasa menangani kelahiran, dan katanya baik sekali orangnya.

Entah kenapa, waktu itu, umi-mu memaksa abi untuk survey ke bidan tersebut, sekedar ingin tahu aja katanya, deket ini. Dan dengan semangatnya, setelah umi-mu periksa, dia bilang ingin melahirkan di situ saja. Belum pernah abi melihat umi-mu sepuas itu ketika selesai periksa dari dokter atu bidan. Bidannya memang supel dan bersahabat. Waktu itu abi masih ragu, terkait fasilitas yang kurang lengkap. Tapi umi-mu masih ingin di situ, sambil meyakinkan; nanti kan USG dan check up dulu, Bi. Kalau hasilnya medical kurang oke, lahirannya di RS aja. Lima hari menjelang kelahiranmu, hasil medical check-up keluar. Darah, Hb, dan sebagainya. Semuanya normal, dokter membolehkan umi-mu untuk lahiran normal.

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, Kamis 17 Oktober 2013, menjadi hari bersejarah bagi keluarga kecil kita, Sayang. Jam 4 pagi ketubanmu pecah, langsung kami berangkat ke bidan dekat rumah. Pembukaan dua. Umi-mu sempat solat, membersihkan diri, dan mandi sebelum melahirkanmu, Sayang. Sampai akhirnya sekitar pukul 7 kamu lahir. Sangat lancar untuk ukuran kelahiran bayi pertama. Umimu bahagia sekali, Karel. Belum pernah abi melihat umimu sebahagia itu. Sambil umi-mu mendapatkan perawatan bidan, kamu berbaring tengkurap, skin to skin dengan umi, sambil melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Abi adzan dan iqomat di telinga kamu. Proses persalinan dan kelahiranmu selesai. Umi masih melakukan IMD waktu itu, Sayang. Sambil tertawa bahagia bercanda dengan kamu umi sempat berpesan kepadamu, yang ternyata itu adalah pesan terakhir umi kepada kamu, Karel: Yang sabar ya, Nak. Yang kuat.

Di saat itulah, sesaat setelah kamu mendapatkan ASI pertamamu (colustrum) nenekmu melihat ada darah yang mengalir dari rahim umi-mu. Umi-mu tidak merasakannya. Nenek langsung memanggil bidan untuk merawat dan menangani umi-mu. Darah sudah banyak keluar, umi-mu langsung dilarikan ke RS, mendapat perawatan tim dokter selama kurang lebih 45 menit, sampai akhirnya tak tertolong lagi karena terlalu banyak kehilangan cairan dan darah.

Karel, sungguh, tak ada yang lebih menyesakkan selain mendampingi sakratul maut orang yang paling kamu sayangi. Umi-mu sudah tidak bisa melihat apa-apa waktu itu, Sayang. Tapi masih bisa bicara dan mendengar. Di sela-sela dzikirnya, (umi-mi berdzikir untuk mengatasi rasa sakitnya, Sayang) tanganya meraba wajah abi, mukanya tenang sekali waktu itu, Sayang. Bahagia sekali. Bibirnya sempat menyunggingkan senyum setelah mengatakan kata-kata terakhir kepada abi. Kamu tahu apa kata-kata terakhir yang dikatakan umi-mu, Sholeh? Umi-mu hanya mengatakan satu kalimat; Maafkan umi ya, Abi! Setelah itu umimu memanggil “mama, mama” seeolah almarhumah nenekmu ada di depan matanya. Lalu yang terdengar hanya nafas umi yang terengah-engah.

Karel, abi sempat menyalahkan diri sendiri, menyesali apa yang sudah terjadi. Kenapa dulu abi tidak menolak ketika diajak umi untuk survey ke bidan tempat kamu dilahirkan, kenapa abi tidak memaksa umi-mu untuk caesar saja. Dalam penyesalan itulah, saat sebagian orang menyalahkan, saat sebagian yang lainnya bertanya menyebalkan; kenapa umimu bisa meninggal, kenapa lahirannya tidak di RS saja, dan kenapa-kenapa yang lainnya, secara tidak sengaja, abi membaca update status terakhir umi di salah satu akun media sosial miliknya, status yang sepertinya sudah umi siapkan untuk abi. Status yang membuat abi jauh lebih tenang.

“Sungguh kelahiran, kematian, rizqi, dan jodoh itu sudah Allah tentukan sejak di lauhul mahfudz, tak ada yang bisa mengubahnya kecuali Allah.”


Karel, Sayang, Sholeh, Pinter, jangan pernah sedikitpun berfikir kalau kamu adalah penyebab kematian umi-mu, Nak. Jangan sekalipun kecewa dan menyesali kehendak Allah atas kehidupan kita. Cara terbaik untuk menyikapi kehendak Allah adalah dengan menerimanya. Karena hanya dengan menerima, kita akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Entah dalam bentuk apa dan bagaimana yang lebih baik itu. Karena sebagaimana Allah menyayangi umi dengan begitu cepat memanggilnya, Allah juga tentu akan menyayangi kita. Hanya caranya saja yang mungkin berbeda. Hanya bagaimana sajanya yang belum kita tahu.

… bersambung
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Letters to Karel #2


28 Oktober 2013 pukul 17:06
Dear Karel,   

Apa yang sebenarnya diajarkan umi-mu sebulan terakhir sebelum kelahiranmu, Sayang? Sampai membuat kamu, seorang bayi baru lahir yang kehilangan ibunya nampak sangat kuat dan jarang sekali menangis? Sampai hari ini, hari kesebelas kamu ada, sekaligus jumlah hari yang sama umi-mu tiada, belum pernah sekalipun abi dapati kamu menangis lebih dari satu menit, Sholeh. Kamu hanya menangis ketika minta minum ASI, minta digendong, dan minta diganti popok jika sudah basah. Bahkan sepertinya, menangis adalah caramu yang terakhir, jika orang di sekitarmu tak mengerti maumu apa. Sebelumnya, pasti kamu sudah berusaha dengan menggerkan bagian tubuh kamu, menggerakan kaki jika minta diganti pokok, menggerkan mulut dan kepala jika haus, atau menggerakan tangan dan kaki jika ingin digendong. Bahkan di malam hari-pun, biasanya kamu hanya bangun sekali, menagis sebentar untuk membangunkan, lalu tidur lagi setelah diganti popok dan minum susu. Lantas bangun lagi menjelang subuh, di sepertiga malam terakhir, kebiasaan kamu dan umi-mu dulu. Persis umi-mu sekali, Sholeh. Yang sangat anti merepotkan orang lain, yang merasa berdosa jika membebani orang lain, yang merasa begitu bersalah jika tidak membantu kesulitan orang lain.

Kamu tahu, Karel? Bukan cuma kita yang merindukan umi. Di sudut Pasar Dramaga sana, pasar terdekat dari tempat tinggal kita dulu, pastilah segerombolan anak ‘kuli panggul’ yang biasa membawakan belanjaan ibu-ibu, sangat kehilangan umi kamu. Tak ada lagi yang setiap hari sabtu atau minggu ringan tangan memberikan mereka selembar lima ribuan atau sepuluh ribuan untuk barang yang tidak terlalu banyak dan jarak yang tak terlalu jauh. Biasanya, mereka hanya mendapat selembar uang ribuan untuk beban yang lebih besar. Abi pernah pernah bertanya; kenapa sih enggak minta tolong abi saja untuk bawa belanjaannya, kan tinggal telepon atau sms. Umi kamu hanya tersenyum sambil bilang; umi udah terlalu banyak merepotkaan abi, sekalian berbagi rezeki dengan anak-anak.

Abi tak tahu persis apa yang disampaikan umi-mu sebulan terakhir, Karel. Pelajaran seperti apa yang membuatmu begitu kuat. Karena sebulan terakhir sebelum kelahiranmu, kita berada di kota yang berbeda, hanya bertemu di akhir pekan. Kamu yang lebih banyak berbicara dengan umi kamu. Dan seperti biasa, pastilah umi-mu mengajarkan banyak hal melalui pembicaraan satu arah kalian. Pembicaraan seorang ibu dengan anaknya yang masih dalam kandungan. Pembicaraan yang tentu sangat berarti bagi kalian berdua.

Abi hanya ingat sepotong dialog melalui sms, ketika umi-mu terpaksa harus pulang dari studi-nya di Jerman karena mamanya (nenekmu) meninggal, Sholeh. Sepotong dialog yang ternyata begitu menguatkan abi setelah keprergian umi. Umi bilang; seseorang yang pergi meninggalkan kita, harusnya kita iringi dengan doa, bukan air mata. Karena doa-lah yang lebih banyak membantu orang tersebut di alam kubur sana. Sedangkan air mata, cenderung membuat kondisi jadi lebih buruk.

Apakah umi-mu tidak menangis atas kepergian nenekmu? Dia tetap menangis, Sayang. Sebagaimana manusia pada umumnya. Tapi tidak berlama-lama. Segera menysun rencana, melanjutkan hidup. Segera kembali lagi ke Jerman untuk menyelesaikan studinya, bahkan lulus dan pulang paling cepat daripada teman-teman seangkatannya. Melanjutkan baktinya terhadap orangtua dengan menyambung silaturahmi dengan keluarga dan sahabat-sahabat almarhumah nenekmu. Juga berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan urusan nenekmu yang belum selesai setelah kepergiannya.

Setelah menikahi umi-mu, abi baru tahu betapa sayangnya umi-mu dengan mama-nya, betapa umi-mu menangis sepuas-puasnya untuk almarhumah mama-nya melalui doanya. Dan bilang waktu abi sindir, kalau dia sedang berdoa, bukan sedang menangis. Padahal jelas-jelas air matanya mengalir. Pernah di suatu akhir sepertiga malam, saat ritual sholat malam dan doa bersama keluarga kecil kita, waktu itu giliran umi-mu yang mengucapkan doa dan abi yang mengamini, di atas sajadah yang sama, dengan kepala umi-mu bersandar di dada abi, dengan tangan yang sama-sama terangkat, dengan tulusnya umi-mu berdoa agar bisa berkumpul dengan mama-nya di Syurga nanti. Agar mama-nya baik-baik saja dan hidup tenang di alam kubur sana.

Nah, Karel, camkan ini baik-baik, Nak; Tak ada cara terbaik untuk membalas kebaikan orangtua, selain dengan menjadi anak yang sholeh/ah. Karena anak yang soleh/ah akan selalu menjadi investasi orangtua sampai di akhirat nanti. Akan menjadi pahala yang terus mengalir bagi orangtuanya. Maka, tumbuhlah menjadi anak yang kuat, sabar, cerdas, lagi sholeh, Sayang. Jadilah kebanggaan abi dan umi di dunia dan akhirat nanti. Sebagaimana yang diinginkan umi-mu, sebagaima umi-mi menjalaninya ketika hidup.


bersambung…
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Letters to Karel #1


27 Oktober 2013 pukul 20:44
Dear Karel,   

Life is not always easy, Baby. Abi harap kamu mengerti sedini mungkin tentang ini. Bahwa hidup tidak semudah ketika kamu menangis karena lapar atau popok yang sudah basah, lalu dengan segera kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan karena tangisanmu itu. Terkadang, hidup itu keras, Karel. Sebagaimana kamu memulai kehidupan dengan kondisi yang berbeda dari sebagian besar bayi pada umumnya.

Seseorang sudah menukar kehidupannya untuk kamu, Sayang. Seseorang yang sudah selayaknya menjadi orang yang paling berbahagia atas adanya kamu. Seseorang yang akan selamanya bahagia di alam sana setelah melepas hidupnya demi melahirkan kamu. Seseorang yang sekarang, dan sampai kapanpun tidak sedikitpun menyisakan kelayakan untuk dikecewakan.

Banyak orang yang berbaik hati dan menyayangi kamu karena kebaikan umi kamu, Sayang. Karena kasihan, bayi sekecil kamu sudah tak punya ibu lagi. Abi ingin bilang, tak boleh seterusnya seperti itu, Sholeh. Tak boleh ada keluarga kita yang hidup dengan berharap belas kasihan orang lain, tak boleh ada keluarga kita yang sembunyi dibalik kebesaran orang lain, bahkan jika orang itu adalah keluarga kita sendiri.

Seseorang harus menyayangi kita karena kita memang layak untuk disayangi, Karel. Atas perbuatan kita, atas kebaikan-kebaikan yang kita lakukan, atas karya-karya yang kita ciptakan. Bukan karena kita anak siapa atau darimana asalnya. Bukan karena keterbatasan atau ketidakmampuan kita. Seperti umimu dulu, yang pernah abi marahin karena jatuh sakit akibat meminum susu kedelai kurang steril yang dijajakan oleh penjual kelililng, dan dengan polosnya dia bilang kasihan kalau tidak dibeli dan tidak diminum. Atau ketika tiba-tiba sepulang kantor, umimu memborong banyak sekali pisang, hanya karena kasihan terhadap penjualnya yang sedari pagi tidak ada yang membeli dagangannya. Dan ketika ditanya untuk apa pisang sebanyak itu, dengan santainya dia bilang untuk dibagi-bagikan kepada tetangga. Atau di suatu sore yang melelahkan, ketika dengan sangat khawatir umi-mu bercerita tentang teman-temannya yang belum mendapatkan pekerjaan yang jelas, dan meminta bantuan abi untuk sama-sama mencarikan informasi dan pekerjaan yang sekiranya cocok untuk mereka. Dan semoga kelak kamu bisa mewarisi segala kebaikannya.

Kamu tahu, Karel? Tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang paling kita cintai. Tapi kalau kita berusaha untuk menerima, semenyakitkan appaun proses penerimaan tersebut, percayalah, rasa cinta yang lebih besar perlahan akan datang dalam kehidupan kita, entah dari siapa dan bagaimana caranya. Tak ada yang lebih menakutkan selain hidup tanpa orang yang paling kita cintai. Tapi kalau kita bisa melewatinya dengan baik, percayalah, ketakutan hanya akan menjelma kerikil kecil yang berserakan di jalan, yang bisa kamu injak atau kamu tendang sesuka hati kamu.

Banyak orang yang dalam hdiupnya sering bingung harus bagaimana dan seperti apa. Jika suatu hari kamu merasakannya, yang perlu kamu lakukan hanyalah berusaha untuk mewujudkan impian orang yang kamu cintai atau orang yang mencintai kamu. Itu sudah sangat lebih baik daripada kamu menghabiskan waktu untuk berbingung ria atau bersia-sia. Nanti di lain kesempatan, akan abi ceritakan mimpi umi tentang kamu. 


bersambung…
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Memaknai Rasa Tulus


Hari ini Allah tengah menegur saya untuk mentafakuri sikap peka yang saya miliki. selama ini. Sudah sangat nyaman memiliki sifat peka/perasa ini karena dengan semua ini akan timbullah sifat tulus. dekat dengan orang dan mampu memahami orang lain. Bahkan sudah dapat belajar bagaimana takaran peka yang harus ditampilkan pada orang yang benar-benar tulus atau hanya sekedar ingin memanfaatkan. Saya telah alami itu. namun seringkali peka ini juga menyiksa. Mengapa?
Saya pernah sakit selama seminggu penuh karena saking empati pada seorang sahabat yang terkena musibah, dan sejak saat itu saya putuskan untuk dapat lebih bisa memenej perasaan saya. terutama sifat saya ini.  Hingga setelah sekian lama saya bergelut dengan fase belajar bagaimana memenej prsaan peka, kepada siapa saja harus ditampakkan. dan harus bagaimana saya sudah hafal benar.
Seiring berlalunya waktu. Allah pun menegur saya. Hari ini saya merasa ditampar keras. bagaimana tidak. Selama ini saya selalu bersyukur atas karunia rasa peka yang saya miliki sampai saat ini, hanya saja ternyata saya masih sangat jauh dari rasa peka yangs sesungguhnya. Masih belum dapat memberikan yang terbaik untuk keluarga dan sahabat terdekat.
Beberapa hari lalau saya bermimpi sepupu saya yang sudah tak memiliki ayah ada dalam mimpi saya. MasyaAllah, betapapun saya selalu merasa dekat dengan mereka, saya selalu menyempatkan mengajak mereka menginap dirumah meskipun tak pernah mau. Betapapun bapak selalu berusaha semampu diri membantu mereka tetap saja itu belum cukup.
Saya baru merasakan bagaimana perasaan bapak saat itu dan sampai saat ini.  saya sudah dapat merasakan bagaimana sedihnya tak memiliki ayah. dan ummi berada dijauh. umminya bersama kakaknya yang sudah berkeluarga dibekasi. dua adik itu perempuan dan laki-laki tinggal rumah yang terletak persis didepan rumah saya.  selama itu pula beberapa tahun kami bersama dan membersamai satu sama lain.
Kini saya juga merasakan bagaimana bapak rela memendam keinginannya untuk membeli sesuatu yang memang sangat dibutuhkan kami saat ini untuk diberikan pada biaya operasi umminya. intinya adalah. betapa saya yang selalu merasa peka ini masih jauh dari yang namanya rasa sabar dan emphati yang sesungguhnya. Kemurnian tulus yang bapak selalu contohkan pada kami, anak-anaknya. Seiring berjalannya waktu. ummi, dan adik-adik terutama saya. akhirnya kini memahami bagaimana nikmatnya mengutamakan orang lain daripada diri kami sendiri.
“Mungkin ini semua adalah jalan rizqi yang  Allah beri untuk kita.” kata yang selalu terlontar saat ummi tak memiliki kata-kata yang tepat ketika bapak kembali dengan keyakinannya itu.
Saya memang tak terlalu dekat dengan kedua anak itu. dan saya menyesal. meskipun mereka juga tercukupi dan memang seringkali teman-temannya terutama anak santri sering menemani dirumahnya. Saya selalu terbayang bagaimana mereka yang meskipun sudah aga besar. kakak perempuannya SMA dan asik laki-lakinya SMP kala itu. mereka memiliki sifat penakut. terlebih hanya tinggal berdua dirumah.kedua kakak perempuannya sudah menikah. kedua  kakak laki-lakinya kurang dapat diandalkan. Kakak perempuannya yang satu tengah sibuk kuliah dan bekerja. mereka masih tinggal karena ingin menyelesaikan sekolah dulu. kini adik perempuan itu yang hanya beda satu tahun dengan saya telah menikah beberapa bulan lalu melangkahi kakak perempuannya yang masih sibuk kuliah dan kerja.^^
Sedangkan yang laki-laki baru saja tamapt SMA  dan bekerja. seharunya saya menyadari sejak awal bahwa mereka adalan bagian dari skenario dari Allah untuk lebih dapat memaknai rasa syukur.
Saya baru menyadari bagaimana saya dulu sibuk dengan sekolah. meskipun tak pernah lepas memperhatikan ibu. Nenek saya yang sekarang sudah tak ada. dan Allah karuniakan wajah meraka pada mimpi saya beberapa hari ini.
dan sekarang saya sangat tersentak  dengan pernyataan seorang sahabat yang sudah saya anggap saudara saya sendiri.
Bahwa apa yang ia lakukan saat ini adalah karena saya. dan dia telah mengambil keputusan yang berat karena saya. dan saya tak merasa sama sekali. apa yang dia lakukan adalah karena sikap cuek saya. Saya baru menyadari bahwa saya selalu memaknai pelajaran hidup dengan jalan yang cukup lambat. saya selalu merasa paling peka. paling baik dan tulus pada semua orang. padahal jauh disana masih sangat banyak orang yang tersakiti dengan perilaku saya yang saya tak sadari..
Memaknai tulus ini, saya upayakan dengan susah payah. bahkan bertahun-tahun lamanya. bahkan sampai saat inipun saya masih tengah belajar.
masih jauh dari seorang Fathimah yang dengan tulus ridha dengan apa yang dimilikinya...
Hanya seorang wanita akhir zaman yang masih harus belajar banyak dari orang lain. Hanya selalu berharap. siapapun yang pernah terdzalimi baik sengaja atau tidak. percayalah bahwa saya hanya seorang manusia yang penuh khilaf. yang sering harus diingatkan dan dikuatkan.

untuk hati, yang sampai saat ini masih harus perbaiki...



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

All About SEKERIPSI>>SAKERIPSWEET



Saya meyakininya sebagai jalan dari Allah bagaimana usaha yang dilakukan oleh setiap orang itu memang berbeda-beda. Termasuk dalam melawan berbagai godaan yang menghadangnya. Berikut godaan yang sering menjangkiti sebagian besar orang ketika menyelesaikan tugas akhirnya:
-       Tidur
-       makan
-       nonton
-       melakukan aktivitas lain self oriented
-       aktivitas u orang lain
-       karena sudah bekerja
-       main game
-       fban
-       twiteran
-       malllas
-       menunda prokrastinator

Dan banyak hal lain yang saya yakini dapat menjadi pemicu lambat atau cepatnya seseorang dalam menyelesaikan tugas akhirnya. terlepas semua itu, memang qodarnya Allah menjadi salah satu penentu utama. Saya selalu teringat dengan perkatan seseorang saat diadakan acara motivasi untuk skripsi
“bahkan saat tinggal mengeprin saja untuk bimbingan atau tinggal mengeprint untuk sidang. itu dikatakan belum selesai. apalagi jika masih malas dan menunda untuk bimbingan.” heu gue banget.
sudah dua hari ini saya tidak bimbingan terasa sangat nyesek. Berat sekali jika dibayangkan malasnya luar binasa. cukup sampai detik ini sajah.
tersentak saat teman bicara.
“ Satu hari tidak mengerjakan skripsi maka satu hari pula kamu menunda pernikahan. haha. rada nyambung sih. soalnya orangtua belum mengizinkan menikah karena belum selesai skripsi.” hoho
tapi bukan itu, yang saya garis bawahi disini adalah produktivitas seseorang ketika menyelesaikan skripsi. saya telah meninggalkan semua pekerjaan saya. karena selama beberapa bulan kemarin sangat padat dan belum dapat bimbingan dengan nyaman karena selalu bentrok dengan pekerjaan. dan sekarang disaat saya sudah mulai fokus. eh malah si malas menghampiri. hmm. enyahlah kau malas. Auzubillahiminasyaithaanirrajiiim..
ya Allah mulai detik ini insyaAllah akan saya selesaikan. harus bimbingan besok. dan bulan ini harus sudah selesai. semangat^^






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tafakur


kiki, ,,
Wanita memang cuma bisa menunggu :’)

Mungkin sudah saatnya niatan kita untuk menikah dibenahi,
jika semula hanya untuk menjaga diri, kini meningkat untuk meraup pahala lewat peran menjadi seorang istri. Hingga siapapun yang kita layani, bisa menjadi penebus segunung dosa yang belum kita tebus sendiri, dan syurga memberikan kesempatan untuk kita datangi.:’)

itulah balasan saat saya mengirimkan sms..

Aku mulai sadar,
Cinta tak mungkin ku kejar
akan kutunggu. harus kutunggu
sampai saatnya,,,giliranku.
(Cintaku kandas direrumputan. Ebiet G.Adhe)

Sepertinya kalimat dalam kurung itu melekat dalam memori sahabat saya dan alhasil saya mendapatkan sms itu.^^
tapi ini adalah jalan Allah, selalu yakin bahwa apa yang terjadi, apa yang telah saya alami dan rasakan adalah karunia dari Allah..
Ada beberapa tahap yang menurut saya dapat membantu seseorang yang berusaha “menjadi” lebih baik terutama hati dan fikirannya. Sebenarnya  saya sedang belajar dan semua ini saya dapatkan dari para sahabat, orangtua, guru dan lain-lain hingga saya rangkum dan saya fahami ini sebagai jalan saya untuk lebih baik.
pertama
Memiliki keyakinan bahwa Allah akan memberikan karunia terbaik..
Tak ada yang bisa memberikan keputusan selain keputusannya Allah. Sulit memang, bahkan tak sering orang menggadaikan kehormatannya karena takut tak dapat memiliki pendamping hidup. Naudzubillah.
syarat mutlak keimanan seseorang adalah meyakini qodar terbaik Allah. Sambil mengikhtiarkan apa yang diinginkan dengan perilaku yang mencerminkan keinginannya.
sebelum melakukan apapun, niat menjadi tolak ukur utama sebuah tindakan. Maka yakinilah bahwa apapun yang terjadi takkan luput dari “tangan” Allah. Seperti ketakutan kekurangan  saat memiliki banyak anak. Padahal sudah jelas bahwa Allah mengaruniakan rizqi , dan anak adalah salah satu sumber rizqi. ya Allah, semoga hamba-Mu ini dapat meyakini apa yang harusnya kuyakini. Aamiin.:’)

kedua adalah proses cleansing.
Istilah ini sering kita dengan bukan? yah, mulai dari bidang kedokteran, MIPA, psikologi bahkan dapur pun sudah tak asing dengan istilah cleansing. Bagaimana tidak, perkembangan bahasa menjadi sangat pesat dewasa ini. Meskipun setiap bidang memiliki persepsi berbeda mengenai cleansing namun sejatinya pembersihan menjadi makna yang menyatukannnya.
Dalam hal ini saya menyoroti pada hati dan fikiran saya. Sering sekali terbersit kagum, kemudian jadi suka, bahkan menjadi sayang. Tahapan yang sering kali terjadi manakala hati tengah berada pada level warning.
Mari kita awali proses cleansing ini dengan istigfar dan basmallah.
“Ya Allah ampuni segala apa yang tak seharusnya saya lihat, saya dengar, dan saya rasakan serta apa yang saya lakukan. Penuhi hati kami dengan rasa cinta pada-Mu. ketenangan yang tak dapat dibeli dengan apapun.”
Bahkan amalan yaumiah akan terasa hambar saat dimana virus ini mulai menjangkiti hati. Sebenarnya bukan virus. ini adalah semacam stimuli yang akan membuat setiap manusia sadar akan adanya proses belajar membenahi diri. menjaga hawa nafsu dan menjaga apa yang telah Allah karuniakan pada dirinya. tidak sebentar memang. Proses cleansing ini dimulai dengan mengencangkan  amalam yaumiah (amalan iabadan harian) , memenuhi telinga dan lisan dengan alqur’an. serta selalu menjaga waktu agar tidak berlalu dengan sia-sia. Salah satu cara terbaik Allah menjaga kita adalah dengan memberikan aktivitas yang padat dan maslahat.
saya teringat dengan perkataan teh Ninih ahad lalu :
“ jangan sampai berkahnya menikah diawali dengan maksiyat, bertaubatlah setiap waktu. taubatannnasuha menjadi penawar agar berkah Allah selalu ada pada diri kita. ada pada setiap sendi kehidupan kita.”
Ya Allah semoga Engkau memberikan kesempatan pintu taubatMu untuk ku jemput. aamiin.:’)
Meskipun tidak berupa teguran. Namun Allah mengingatkan kita dengan berbagai macam cara yang tidak semua orang menyadari bahwa ia tengah diingatkan oleh Allah.

Cara ketiga adalah sabar
Proses ini memiliki keutamaan, yakni pahala bagi yang tengah diuji karena akan naik tingkat dimata Allah, dan yang kedua adalah manisnya iman.
Note ini saya dedikasikan untuk saya sendiri yang tengah belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tak pantas memang saya mendapatkan yang terbaik. Namun saya yakin Allah sangat menyayangi hamba-Nya. Meskipun hanya selangkah sambil tertatih dan kembali terjerembab. Semoga cinta-Nya tak pernah hilang. Tak pernah bosan memeluk hamba-Nya yang tengah khilaf. Apalagi tengah belajar memaknai kasih sayang Allah dengan ujian yang diberikan-Nya.
selalu yakin dengan kasih sayang Allah,^^
gooo better...^^


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Copyright 2009 Pelangi Rizqi
Free WordPress Themes designed by EZwpthemes
Converted by Theme Craft
Powered by Blogger Templates