Memaknai Rasa Tulus
Hari
ini Allah tengah menegur saya untuk mentafakuri sikap peka yang saya miliki.
selama ini. Sudah sangat nyaman memiliki sifat peka/perasa ini karena dengan
semua ini akan timbullah sifat tulus. dekat dengan orang dan mampu memahami
orang lain. Bahkan sudah dapat belajar bagaimana takaran peka yang harus ditampilkan
pada orang yang benar-benar tulus atau hanya sekedar ingin memanfaatkan. Saya
telah alami itu. namun seringkali peka ini juga menyiksa. Mengapa?
Saya
pernah sakit selama seminggu penuh karena saking empati pada seorang sahabat
yang terkena musibah, dan sejak saat itu saya putuskan untuk dapat lebih bisa
memenej perasaan saya. terutama sifat saya ini. Hingga setelah sekian lama saya bergelut
dengan fase belajar bagaimana memenej prsaan peka, kepada siapa saja harus
ditampakkan. dan harus bagaimana saya sudah hafal benar.
Seiring
berlalunya waktu. Allah pun menegur saya. Hari ini saya merasa ditampar keras.
bagaimana tidak. Selama ini saya selalu bersyukur atas karunia rasa peka yang
saya miliki sampai saat ini, hanya saja ternyata saya masih sangat jauh dari
rasa peka yangs sesungguhnya. Masih belum dapat memberikan yang terbaik untuk
keluarga dan sahabat terdekat.
Beberapa
hari lalau saya bermimpi sepupu saya yang sudah tak memiliki ayah ada dalam
mimpi saya. MasyaAllah, betapapun saya selalu merasa dekat dengan mereka, saya
selalu menyempatkan mengajak mereka menginap dirumah meskipun tak pernah mau. Betapapun
bapak selalu berusaha semampu diri membantu mereka tetap saja itu belum cukup.
Saya
baru merasakan bagaimana perasaan bapak saat itu dan sampai saat ini. saya sudah dapat merasakan bagaimana sedihnya
tak memiliki ayah. dan ummi berada dijauh. umminya bersama kakaknya yang sudah
berkeluarga dibekasi. dua adik itu perempuan dan laki-laki tinggal rumah yang
terletak persis didepan rumah saya. selama itu pula beberapa tahun kami bersama
dan membersamai satu sama lain.
Kini
saya juga merasakan bagaimana bapak rela memendam keinginannya untuk membeli
sesuatu yang memang sangat dibutuhkan kami saat ini untuk diberikan pada biaya
operasi umminya. intinya adalah. betapa saya yang selalu merasa peka ini masih
jauh dari yang namanya rasa sabar dan emphati yang sesungguhnya. Kemurnian
tulus yang bapak selalu contohkan pada kami, anak-anaknya. Seiring berjalannya
waktu. ummi, dan adik-adik terutama saya. akhirnya kini memahami bagaimana
nikmatnya mengutamakan orang lain daripada diri kami sendiri.
“Mungkin ini semua
adalah jalan rizqi yang Allah beri untuk
kita.” kata yang selalu terlontar saat ummi tak memiliki kata-kata yang tepat
ketika bapak kembali dengan keyakinannya itu.
Saya
memang tak terlalu dekat dengan kedua anak itu. dan saya menyesal. meskipun
mereka juga tercukupi dan memang seringkali teman-temannya terutama anak santri
sering menemani dirumahnya. Saya selalu terbayang bagaimana mereka yang
meskipun sudah aga besar. kakak perempuannya SMA dan asik laki-lakinya SMP kala
itu. mereka memiliki sifat penakut. terlebih hanya tinggal berdua dirumah.kedua
kakak perempuannya sudah menikah. kedua
kakak laki-lakinya kurang dapat diandalkan. Kakak perempuannya yang satu
tengah sibuk kuliah dan bekerja. mereka masih tinggal karena ingin
menyelesaikan sekolah dulu. kini adik perempuan itu yang hanya beda satu tahun
dengan saya telah menikah beberapa bulan lalu melangkahi kakak perempuannya
yang masih sibuk kuliah dan kerja.^^
Sedangkan yang
laki-laki baru saja tamapt SMA dan
bekerja. seharunya saya menyadari sejak awal bahwa mereka adalan bagian dari
skenario dari Allah untuk lebih dapat memaknai rasa syukur.
Saya
baru menyadari bagaimana saya dulu sibuk dengan sekolah. meskipun tak pernah
lepas memperhatikan ibu. Nenek saya yang sekarang sudah tak ada. dan Allah
karuniakan wajah meraka pada mimpi saya beberapa hari ini.
dan sekarang saya
sangat tersentak dengan pernyataan
seorang sahabat yang sudah saya anggap saudara saya sendiri.
Bahwa
apa yang ia lakukan saat ini adalah karena saya. dan dia telah mengambil
keputusan yang berat karena saya. dan saya tak merasa sama sekali. apa yang dia
lakukan adalah karena sikap cuek saya. Saya baru menyadari bahwa saya selalu
memaknai pelajaran hidup dengan jalan yang cukup lambat. saya selalu merasa
paling peka. paling baik dan tulus pada semua orang. padahal jauh disana masih
sangat banyak orang yang tersakiti dengan perilaku saya yang saya tak sadari..
Memaknai
tulus ini, saya upayakan dengan susah payah. bahkan bertahun-tahun lamanya.
bahkan sampai saat inipun saya masih tengah belajar.
masih jauh dari
seorang Fathimah yang dengan tulus ridha dengan apa yang dimilikinya...
Hanya
seorang wanita akhir zaman yang masih harus belajar banyak dari orang lain. Hanya
selalu berharap. siapapun yang pernah terdzalimi baik sengaja atau tidak.
percayalah bahwa saya hanya seorang manusia yang penuh khilaf. yang sering
harus diingatkan dan dikuatkan.
untuk hati, yang
sampai saat ini masih harus perbaiki...
0 Response to "Memaknai Rasa Tulus"
Post a Comment