Rekonseptualisasi dan Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling
Profesionalisasi adalah suatu proses yang berlangsung
secara terus-menerus karena dapat menjadi alat untuk mengembangkan dan
meningkatkan diri bagi tenaga yang menjalankan suatu profesi. Hal ini berarti
pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kriteria profesi yang terus-menerus
berkembang sehingga tingkat keahlian, tingkat tanggungjawab serta perlindungan
terhadap profesi menjadi lebih sempurna. Profesionalisasi yang dimaksud adalah
profesionalisasi guru bimbingan dan konseling. Melalui proses profesionalisasi
akan dihasilkan produktivitas kerja guru bimbingan dan konseling yang tinggi
serta kualitas profesi bimbingan dan konseling yang semakin lama semakin baik.
Guru bimbingan dan konseling adalah tenaga profesional
yang memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah siswa. Guru
bimbingan dan konseling merupakan ujung tombak pelaksanaan bimbingan dan
konseling karena tugas guru bimbingan dan konseling terkait dengan pengembangan
perilaku siswa terutama untuk mempersiapkan masa depan siswa. Tugas dan
tanggungjawab guru bimbingan dan konseling sangat berat karena sekalipun sudah
dibekali dengan wawasan dan keterampilan namun belum menjamin tercapainya
tujuan konseling. Melalui pendidikan dan pelatihan, guru bimbingan dan konseling
dapat mengembangkan diri menjadi tenaga profesional. Upaya peningkatan kualitas
diri pada akhirnya akan mendapat tempat di hati masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk memotret hasil telaah
pustaka tentang upaya profesionalisasi guru bimbingan dan konseling dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawabnya menjadi tenaga yang profesional. Metoda
yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah studi kepustakaan yang
disajikan secara deskriptif dengan cara membaca, mengkaji dan membandingkan isi
buku, surat
kabar, internet, literatur, skripsi, tesis, dan makalah.
Hasil studi kepustakaan ini menggambarkan bahwa
profesionalisasi guru bimbingan dan konseling saat ini merupakan masalah yang
penting untuk ditangani. Profesionalisasi sangat terkait dengan kompetensi dan
kualitas diri guru bimbingan dan konseling sehingga perlu upaya peningkatan
menjadi tenaga profesional. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti
seminar, pelatihan, workshop, lokakarya serta penelitian yang terkait dengan
profesi dan bidang lainnya. Peningkatan kualitas diri guru BK diharapkan mampu
menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat sekitarnya.
Berbicara
tentang konseling, sesungguhnya kita membicarakan wilayah kehidupan
yang cakupannya sangat luas, yang bisa jadi tidak bisa diperkirakan
sebelumnya. Wilayah itu bisa meliputi hal-hal yang bersifat isu sampai dengan
hal yang nyata terjadi di sini pada saat ini; dari kehidupan yang terjadi di kota surabaya ini sampai
apa yang dirasakan di Santa Monica di Amerika sana . Dari setitik air sampai luasnya
samudera di dunia; dari persoalan neraka sampai bayangan ke sorga; dari kondisi
mbeling sampai kekhusyukan eling yang luar biasa.
Konseling
membicarakan berbagai hal tentang sekolah dan rumah; tentang remaja dan dewasa;
tentang iman dan takwa; tentang aku, engkau, dia dan kita; tentang dunia dan
akhirat; tentang langit dan bumi; tentang desa; kota dan metropolitan; tentang
pasar dan swalayan; tentang laki-laki dan perempuan; tentang hidup dan mati;
tentang rendang dan sambal terasi; tentang semir sepatu sampai angkat kaki
meninggalkan istri; tentang segala sesuatu yang dapat Anda kemukakan di sini,
dan lain sebagainya luar biasa.
Konseling
membicarakan “segalanya”, dalam koridor keprofesionalannya. Dengan demikian
apabila dikatakan bahwa konseling hanya membicarakan hal-hal yang sekitar
wilayah pendidikan, apalagi dipersempit menjadi wilayah sekolah atau madrasah,
maka pembatasan itu sangat memasung keprofesionalan konseling dan lalai
memasang WPKNS (wawasan, pengetahuan nilai, dan sikap) yang mendunia profesi
konseling itu.
Mengapa SDM konseling perlu diprofesionalisasi?
Sangatlah
beralasan diperlukannya upaya profesionalisasi SDM konseling. Di sini kita
bahas lima
alasan, yaitu karena:
- Konseling adalah suatu profesi
- Konselor adalah pendidik dan
pendidik adalah tenaga profesional
- Tuntutan untuk ditegakkannya
SKAKK
- Konseling untuk berkehidupan yang
berkualitas
- Persaingan antarprofesi
Konseling adalah Suatu Profesi
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa isi sebuah profesi adalah pelayanan,
tetapi bukan sembarang pelayanan, melainkan pelayanan yang sebenar-sebenarnya
pelayanan, yang dilandasi rasa cinta dan kasih sayang, melalui diterapkan
kompetensi yang tinggi, dan dilaksanakan dalam bentuk tindakan nyata. Untuk itu
terkonsepsikanlah trilogi pelayanan yang menjadi landasan
teknologi-operasional pelayanan dalam suatu profesi yaitu sebagai berikut :
Untuk terbina
dan terlaksana pelayanan profesional Full (1967 ) memberikan lima ciri mendasar bagi suatu entitas
pekerjaan yang disebut profesi, yaitu bahwa suatu profesi :
- Bersifat keintelektualan
- Dilaksanakan dengan kompetensi yang
dipelajari
- Dengan fokus objek praktis spesifik tertentu
- Dilaksanakan dengan motivasi altruistik
- Berbagai aspeknya dikembangkan melalui media
komunikasi dan organisasi profesi
Cinta dalam
pelayanan profesi diwujudkan dalam bentuk motivasi altruistik, dan dilaksanakan
melalui tindakan secara berkeintelektualan tertuju kepada objek praktis
spesifik profesi yang dimaksud melalui penerapan kompetensi berkualitas tinggi
yang telah dipelajari. Aspek-aspek pelayanan tersebut dapat dikomunikasikan,
dengan menjaga asas kerahasiaan, kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan
untuk pengembangan profesi. Organisasi profesi menunjang terselenggarakannya
komunikasi itu, terutama untuk pengembangan profesi.
Trilogi Profesi
Memperhatikan
ciri-ciri mendasar tentang profesi di atas dan arah pengembangan profesi serta
pembinaan tenaga profesional, dikonsepsikan adanya komponen-komponen pokok yang
membentuk profesi itu dalam konsep/teori, praksis dan praktiknya. Ada tiga komponen profesi
yang membentuk trilogi profesi pada umumnya, yaitu:
Dasar keilmuan profesi memberikan
landasan keintelektualan profesi yang dimaksud. Landasan
keilmuan itu “menyinari” seluruh substansi profesi, terutama
berkenaan dengan objek praktis spesifik dan aspek-aspek teknologi-operasional
pelayanan profesi, termasuk di dalamnya seluruh unsur WPKNS profesi. Apa yang
menjadi dasar keilmuan dan substansi profesi itu dilaksanakan secara nyata
dalam bentuk praktik profesi. Tidaklah memadai dan memenuhi
syarat-syarat profesi apabila SDM konseling tidak memahami, menguasai dan
menerapkan dalam praktik komponen trilogi profesi itu. Dengan demikian SDM
profesi perlu diprofesionalisasi ke arah trilogi profesi itu.
Konselor adalah Pendidik dan Tenaga Profesional
Kutipan-kutipan
berikut dengan jelas memperlihatkan perpaduan permanen, tidak bisa
ditawar-tawar, antara konselor sebagai pendidik dan konselor sebagai tenaga
profesional:
UU No. 20/2003: Pasal 1 Butir 1
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
UU No. 20/2003: Pasal 39 Ayat 2
Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi.
UU No. 14/2005: Pasal 1 ayat (4) UGD
Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
Memperhatikan
hal-hal tersebut di atas, dikonsepsikan adanya trilogi profesi pendidik,
sebagai berikut :
memprofesionalisasikan
SDM-nya ke arah trilogi pendidik tersebut .
Praktik Profesi
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Ilmu Pendidikan
|
1. Guru
5. Widyaiswara
2.
Dosen
6. Tutor
3.
Konselor
7. Instruktur
4. Pamong
Belajar
8. Fasilitator
Profesi
konselor, sebagai pendidik, memiliki kekhasan, terutama dalam substansi
profesinya, yang diimplikasi pada kekhususan praktik profesinya. Trilogi
profesi konselor sebagai pendidik adalah sebagai berikut :
Landasan keilmuan profesi konselor adalah Ilmu Pendidikan,
sama dengan sub-profesi pendidik lainnya. Substansi profesi konseling adalah
apa yang dikonsepsikan sebagai KES (kehidupan efektif sehari-hari) yang di
dalamnya terimplikasi KES-T (kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu).
Terhadap objek praktis spesifik KES/KES-T itu diberikan pelayanan melalui modus
pelayanan konseling dengan teknologi-operasional, terutama dalam bentuk
jenis-jenis layanan konselor dan kegiatan pendukung. Tindakan praktik profesi
konselor terwujud dalam proses pembelajaran yang isinya berupa layanan
konseling dan kegiatan pendukungnya itu.
Untuk membedakan profesi konselor dan profesi guru misalnya, di sini
dapat dikemukakan bahwa objek spesifik profesi guru adalah PMP (penguasaan
materi pelajaran) yang di dalamnya terimplikasi PMP-T (penguasaan materi
pelajaran yang terganggu. Terhadap objek spesifik praksis PMP/PMP-T itu
diberikan oleh guru layanan pembelajaran melalui modus pengajaran yang mencakup
berbagai metode mengajar dan berbagai alat bantu pengajarannya. Tindak praktik
profesi guru terwujud dalam proses pembelajaran yang isinya berupa proses
mengajar dan berbagai kontekstualnya.
Tuntutan SKAKK
Permendiknas No.27 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi
Akademik dan Kompetensi Konselor memberikan batasan tentang siapa itu
konselor dan apa-apa saja yang menjadi kompetensi konselor. Di sana ditegaskan bahwa konselor adalah
lulusan S1 bimbingan dan konseling yang telah menamatkan program Pendidikan
Profesi Konselor (PPK). Konselor dalam batasan demikian itu menguasai segenap
kompetensi sebagaimana dikemukakan di dalam Permendiknas itu, yang meliputi 17
kompetensi inti dengan 76 kompetensi jabarannya.
Konsekuensi dari tuntutan Permendiknas itu adalah bahwa untuk
menjadi konselor yang benar-benar profesional, maka (calon) SDM konseling itu
perlu diprofesionalisasikan sehingga menjadi konselor yag memenuhi persyaratan
sebagaimana tercantum pada Permendiknas SKAKK itu. Lebih terarah lagi, yaitu
penugasan dalam Permendiknas itu bahwa :
Penyelenggara
pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan
standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai
berlaku.
Berdasarkan pasal tersebut, sangatlah terarah bahwa sampai kira-kira
tahun 2013 seluruh SDM konseling sudah diprofesionalkan dan bergelar konselor
dengan batasan dan kompetensi tersebut di dalam SKAKK. Untuk itu, media
pembinaannya adalah program PPK yang didahului oleh ditempuhnya program Sarjana
(S-1) BK, dengan spesifikasi:
- Bobot 36-40 sks (sesudah S-1 BK)
- Orientasi kerja praktik
- Ijazah dengan gelar profesi konselor
- Sertifikasi bidang profesi konseling
- Kewenangan untuk praktik privat
pelayanan konseling
Dengan gelar
profesi konselor di tangan, SDM konseling berkewenangan bekerja dengan arah
beriku :
- Pengangkatan ”formal”, pada satuan-satuan pendidikan formal dan non formal, serta
satuan kelembagaan bekerja/kedinasan;
- Kegiatan/penugasan “nonformal”, pada setting keluarga dan kelembagaan non formal
sosial-kemasyarakatan;
- 3. Praktik privat.
Konseling untuk Kehidupan yang Berkualitas
Tidak perlu ada pelayanan konseling; tidak perlu ada profesi
konseling; tidak perlu ada SDM konseling yang diprofesionalisasikan; apabila
itu semua tidak untuk kehidupan yang berkualitas; untuk kehidupan yang
mensejahterakan dan membahagiakan. Kehidupan berkualitas yang bagaimana ? Yaitu
yang :
- Mengaktualisasikan harkat dan martabat
manusia (HMM)
- Mandiri
- Sukses
Dengan rincian
sebagai berikut :
Komponen HMM
1.Hakikat
manusia, yaitu manusia sebagai makhluk yang :
-
beriman dan bertaqwa
-
diciptakan dalam kesempurnaan
-
berderajat paling tinggi
-
sebagai khalifah di muka bumi
-
penyandang HAM
2.Pancadaya
Kemanusiaan, meliputi :
-
daya taqwa
-
daya cipta
-
daya rasa
-
daya karsa
-
daya karya
3.Dimensi
kemanusiaan, meliputi :
-
dimensi kefitrahan
-
dimensi keindividualan
-
dimensi kesosialan
-
dimensi kesusilaan
-
dimensi keberagamaan
Kondisi
Mandiri, meliputi tahap :
1.Memahami diri sendiri dan lingkungan secara objektif dan dinamis
2.Menerima diri
sendiri dan lingkungan secara objektif dan dinamis
3.Mengambil
keputusan
4.Mengarahkan
diri sendiri
5.Mewujudkan
diri sendiri
Kondisi
Sukses, dengan karakteristik :
1.dimilikinya
kompetensi
2.dilaksanakannya
usaha
3.dilakukannya
doa
4.diterimanya
hasil usaha dengan kesyukuran atau keikhlasan
5.konsisten dalam mengkondisikan karakteristik sukses
Segenap kondisi
kehidupan yang didalamnya terkandung realisasi unsur dari rincian HMM,
kemandirian itu dan sukses itu mencerminkan ciri berkehidupan bahagia, yang
secara langsung terwujud dalam perilaku KES dengan isi adanya:
1.tujuan
2.kompetensi
3.efektifitas/efesiensi
4.nilai/moral
5.kesyukuran/keikhlasan
Kondisi KES yang dikonsepsikan itu mengimplementasi
adanya/dimungkinkan nya terjadi kondisi KES-T. Untuk kondisi KES dan KES-T itu,
maka pelayanan konseling pada dasarnya terarah pada (a) pengembangan KES, dan
(b) penanganan KES-T. Profesionalisasi SDM konseling tidak lain adalah membina
SDM menjadi ahli dalam pengembangan KES dan penanganan KES-T itu dalam
kerangka trilogi profesi konseling.
Profesi Konselor di antara Berbagai Profesi
Di mana posisi profesi konselor di antar berbagai profesi yang ada,
seperti profesi dokter, psikiater, psikolog, apoteker, akuntan, dan lain-lain ?
Samakah kedudukan, derajat dan martabat profesi konselor dibanding
profesi-profesi lain itu? Sederajat ? Duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi
? Atau menjadi bagian dari atau subordinansi dari profesi lain yang ada itu,
atau bahkan menjadi underdog, atau sekedar penambah atau pelengkap,
sebagai ban serap ? Atau pada sisi yang lain, sebagai pesaing terhadap
profesi-profesi yang sudah ada itu. Dalam kaitan itu semua, satu hal yang perlu
menjadi pemahaman adalah tentang kebermartabatan suatu profesi, yang dicirikan
oleh tiga karakteristik, yaitu (a) kebermanfaatan profesi, (b) kebermandatan
pelaksanaan profesi, dan (c) pengakuan sehat atas profesi yang dimaksudkan itu
oleh pemerintah dan masyarakat. Kemartabatan ini diisi oleh kelima ciri profesi
yang dimaksud dengan komponen trilogi profesi.
Alih-alih menjadi subordinasi atau sebaliknya, menjadi pesaing
profesi-profesi lain yang ada, profesi konseling harus membina dan membesarkan
diri untuk menjadi profesi yang bermartabat dengan ciri-cirinya di atas,
sehingga berada dalam posisi “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan
profesi-profesi yang dimaksudkan itu. Program PPK (sesudah program S-1 BK)
menjadi media yang paling dapat diandalkan untuk memprofesionalisasikan SDM
konseling menjadi benar-benar profesional, sebagai pemegang gelar profesi
konselor yang memahami, menguasai dan mempraktikkan segenap kaidah profesional
konseling sebagaimana tersebut di atas. Ke sanalah upaya profesionalisasi SDM
konseling diarahkan dan diselenggarakan dengan sesungguh-sungguh.
0 Response to "Rekonseptualisasi dan Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling "
Post a Comment